Wahai sobat, besar rindu kami padamu
Wahai sobat, kau pengobar semangat tempur kami
Wahai sobat, kini kami bertempur tanpamu
Wahai sobat, sungguh pilu hati kami kehilanganmu
Kami melihatmu, berdiri ditanah gersang
Dijalur tank-tank menderu gagah
Tubuhmu yang kurus itu berdiri perkasa
Dengan sekeping batu digenggammu
Kau tebar takut musuh dihadapanmu
Hanya dengan tubuh kurus dan sekeping batu
Kau lempar peluru-peluru kecilmu
Menghantam tubuh baja kokoh dihadapanmu
Apalah artinya, sobat…
Apalah artinya sekeping batu…
Yang kaulempar menghantam baja musuhmu…
Bahkan menggores moncong meriampun tidak?
Namun kau tegur kami kembali, wahai sobat
Kata-katamu bagai percikan pedang yang saling hantam saat bertempur di medan perang
Memercik dan menjalarlah semangat kami karena kata-katamu
“Wahai sobat, akankah kamu hanya duduk diam?”
“Wahai sobat, hanya akan pasrahkah kamu?”
“Wahai sobat, tidakkah kamu tahu mereka sedang membantai kita?”
“Wahai sobat, tidakkah kita hargai perjuangan ayah dan kakak kita yang membela tanah ini?”
“Wahai sobat, jika mereka menyerang, maka kita harus membalas!”
Hari ini besi-besi panas menghujani tubuh para pencari syahid
Namun tak gentar kau melawan walau hanya dengan sekeping batu
Sungguh kudengar bibir tipismu berseru
“Selamanya, kalian tak boleh lewat!”
Seiring batu-batu melayang kencang
Besi-besi panas melesat menghujam ganas
Maka merah terpercik segar
Merah menetesi dadamu yang tegar
Merah menggiringmu rubuh ketanah gersang
Merah meresap ketanah lembut
Meninggalkan tubuhmu pucat
Merah yang sucipun bersaksi
Satu lagi jiwa mengabdi
Sungguh pilu hati kami, wahai sobat sejati
Kami gotong tubuhmu pergi
Melihat senyummu berseri
Ditinggalkan jiwamu pergi
Walau air mata kami menetesi
Takkan terkabul harapan kami kau kembali
Selamat jalan sobat, wahai Sang Pencari Syahid
Nantikan jiwa kami mengabdi
Untuk sang Pencari Syahid, Faris Audah
Untukmu Palestina, Sekeping Negeri Seribu Syuhada
~Fia